Pemidanan dan pertanggungjawaban pidana dalam konvensi PBB tahun 1988 tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, KUHP, dengan undang-undang no.5 tahun 1997 tentang psikotropika
Dedi Aprianto
ABSTRAK Psikotropika, adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sitentis bukan merupakan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat (S.S.P) yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.Psikotropika merupakan salah satu obat yang di perlukan manusia untuk kepentingan pengobatan serta digunakan dalam bidang penelitian untuk tujuan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Tetapi di samping penggunannya secara sah bagi kepentingan pengobatan dan dalam bidang penelitian, ternyata psikotropika banyak di salahgunakan pemakaiannya, sehingga dapat menimbulkan akibat sampingan yang berbahaya. Penyalahgunaan pemakaian psikotropika dapat berakibat fatal serta dapat menyebabkan yang bersangkutan mengalami ketergantungan pada psikotropika, ketergantungan semacam ini akan sangat merusak kehidupan, menghilangkan masa depan yang bersangkutan, dan merugikan masyarakat. Seperti yang dikemukakan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang psikotropika, bahwa golongan I yang tertera dalam Undang- Undang ini sangat berpotensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Oleh karena itu di dalam penggunaanya hanya diperuntukan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Hal ini berbeda dengan psikotropika golongan II, III, dan IV yang digunakan untuk terapi. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, pemidanaan dikaitkan dengan perbuatan yang melanggar/melawan hukum, dimana dalam Pasal 62 dikatakan bahwa barangsiapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, pemidanaan dan pertanggungjawaban pidana tidak hanya menyangkut pada individu atau perseorangan (pemakai atau pengguna) psikotropika, akan tetapi dapat di kenakan pada korporasi, orang-orang yang menghalang-halangi penderita ketergantungan psikotropika untuk menjalani pengobatan, terhadap masyarakat yang mengetahui adanya penyalahgunaan psikotropika. Selain itu pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan terhadap saksi, dan residivis yang belum selesai masa pidananya. Pokok Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah perbedaan jenis dan bentuk pemidanaan antara Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahaan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika serta Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahaan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika. Penelitian dalam skripsi ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif, yang bersifat deksriftif, data-data yang di iv vi golongkan adalah bahan hukum primeir, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, yang berdasarkan analisa kualitatif. Ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, dalam hal pemidanaan yang dikaitkan dengan pelaku tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, dapat diterapkan ancaman pidana pokok terberat dari apa yang telah dilakukan oleh pelaku, karena pada dasarnya selama ini sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap para pelaku masih terlalu ringan belum memberikan efek jera, karena dalam penjatuhan hukuman yang diberikan masih mengacu pada ancaman pidana terendah, khususnya dalam hal tindak pidana psikotropika. Secara prinsip, seharusnya di dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1997 ada pembedaan terhadap ancaman hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku pengguna dengan pelaku pengedar, agar terdapat dasar pemberat pidana yang dapat dijatuhkan khususnya terhadap pelaku pengedar, sehingga dapat menekan tingkat angka kejahatan penyalahgunaan dan pelaku peredaran gelap psikotropika, demi terciptanya efek jera yang disebabkan dari tindak pidana yang dilakukannya. Kedua, dalam pertanggungjawaban pidana yang dikaitkan dengan KUHP, pelaku dengan membantu melakukan, masing-masing hukumannya berbeda karena dalam hal pertanggungjawaban yang disertakan dengan penyertaan adanya dasar pemberat bagi pelaku yang menyuruh melakukan, sehingga dalam penjatuhan hukuman bagi pelaku turut serta dapat diancam maksimum pidana pokok yang di tambah sepertiga. Sedangkan bagi orang yang membantu melakukan dapat di kenakan dasar peringan, sehingga dalam penjatuhan hukuman bagi orang yang membantu melakukan tindak pidana dengan maksimum pidana pokok di kurangi sepertiga. Selain itu pelaku tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, dalam hal pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan dasar pemberat pidana hal ini sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, dengan maksud agar bagi pelakupelaku yang ingin melakukan tindak pidana tersebut dapat mengurungkan niatnya. Saran dalam skripsi ini adalah Pemidanaan dan pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, tidak hanya menyangkut pada individu atau perseorangan (pemakai atau pengguna) psikotropika , akan tetapi dapat di kenakan pada korporasi. Bagi orang yang turut serta dalam melakukan, dan percobaan tindak pidana psikotropika, seharusnya dijatuhi hukuman sama dengan pelaku turut serta, persekongkolan, mengorganisasikan, dan residive. Agar memberikan efek jera, sehingga dapat mengurungkan niat-niat bagi pelaku yang ingin melakukan hal yang serupa. Dalam penegakan hukum, peranan penegak hukum dan peranserta masyarakat harus saling berkaitan satu sama lain, demi terciptanya efektivitas hukum psikotropika sesuai yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Bahwasanya masyrakat wajib melaporkan bila ada tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika di lingkungannya, sehingga dapat menciptakan ketertiban umum, dan sosial.
- No. Panggil 341 APR p
- Edisi
- Pengarang Dedi Aprianto
- Penerbit Jakarta Universitas Esa Unggul 2008