Kedudukan supplier dan perlindungan hukumnya dalam perjanjian baku dengan pengusaha retail supermarket (PT. HS)
Budi Raharjo
ABSTRAK Perjanjian yang dibuat oleh dua pihak seharusnya mengandung keseimbangan, dimana sesuai dengan tujuan yang dari hukum yaitu mencapai keadilan. Perjanjian kontrak antara pihak supermarket dan pihak supplier terdapat perbedaan kedudukan diantara keduanya. Perbedaan yang terjadi lebih dikarenakan pihak supermarket mempunyai kedudukan yang lebih kuat. Hal ini diakibatkan pihak supermarket mempunyai bargaining position. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah : Apakah perjanjian baku antara supplier dengan PT.HS telah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dan Bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian baku antara supplier dengan PT. HS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian baku antara Supplier dengan supermarket telah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian baku antara supplier dengan supermarket. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penulisan hukum normatif. Kesimpulan yang penulis dapat sampaikan dalam skripsi ini adalah bahwa dalam praktek perjanjian supplay produk private label masih ditemui suatu kondisi yang menggambarkan belum terpenuhinya syarat sahnya perjanjian khususnya mengenai masih adanya unsur kekhilafan dalam mengartikan klausul-klausul yang ada dalam perjanjian tersebut, penggunaan istilah asing, kurangnya kesempatan menegosiasikan isi perjanjian dan kedudukan pihak supplier berada dalam posisi yang lebih lemah daripada pihak supermarket. Kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian baku antara supplier dengan PT. HS terdapat perbedaan kedudukan dari kedua belah pihak hal ini dapat kita lihat dari pihak supermarket menguasai hampir semua aktivitas mata rantai jalur perdagangan, dari mulai distribusi antara gudang ke seluruh cabang-cabang toko supermarket sampai dengan penjualan barang kepada konsumen di semua cabang toko supermarket yang telah tersebar di berbagai daerah. Sedangkan pihak supplier hanya memiliki kewajiban untuk menyediakan produk yang dibutuhkan, dan mematuhi semua ketentuan yang telah tertuang dalam perjanjian untuk supplay produk private label. Pihak supermarket sebagai pihak yang lebih kuat untuk melakukan intervensi kepentingan ekonomi dalam membuat isi substansi dari perjanjian tersebut, dan sebaliknya pihak supplier hanya dihadapkan pada posisi menerima atau menolak menandatangani perjanjian tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut Pihak Peritel/supermarket dalam membuat perjanjian kerja sama untuk supplay produk private label harus memperhatikan bentuk dan isi dari perjanjian Selain mengenai bentuk dan materi dari perjanjian itu sendiri, pihak supermarket juga harus memperhatikan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia, perlu adanya campur tangan pemerintah dan perlunya para supplier tergabung dalam sebuah lembaga untuk mengawasi hal tersebut.
- No. Panggil 340.2 RAH k
- Edisi
- Pengarang Budi Raharjo
- Penerbit Jakarta Universitas Esa Unggul 2009