Analisis kedudukan KPK sebagai lembaga negara bantu dalam sistem hukum tata negara republik Indonesia
ERRIVAL HARTOM
Dengan di Amandemenya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) sebanyak empat kali amandemn, maka terjadilah peralihan supremasi lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya, MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara karena semua lembaga negara didudukkan sederajat dalam mekanisme checks and balances. Sementara itu, konstitusi diposisikan sebagai hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara. Di banyak negara, konsep klasik mengenai pemisahan kekuasaan dianggap tidak lagi relevan karena tiga fungsi kekuasaan yang ada tidak mampu menanggung beban negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Untuk menjawab tuntutan tersebut, negara membentuk jenis lembaga negara baru yang diharapkan dapat lebih responsif dalam mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah berbagai lembaga negara bantu dalam bentuk dewan, komisi, komite dan sebagainya, dengan masing-masing tugas dan wewenangnya. Salah satu lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK). Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. Sebagai Lembaga kenegaraan yang namanya tidak tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945, KPK dianggap oleh sebagian pihak sebagai lembaga ekstrakonstitusional. Sifat yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dikhawatirkan dapat menjadikan lembaga ini berkuasa secara absolut dalam lingkup kerjanya. Dengan demikian, kedudukan lembaga negara Bantu dalam sistem ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia sangat menarik untuk diperbincangkan ataupun di analisis. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan lembaga negara bantu dalam suatu sistem ketatanegaraan, dan bagaimanakah kedudukan KPK sebagai lembaga negara bantu di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu cara pengumpulan data dengan bersumber pada bahan-bahan pustaka dan akan menganalisis obyek penelitian dengan menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dan kajian bahan-bahan pustaka. Kesimpulannya adalah Kedudukan lembaga negara bantu tidak secara tegas berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, namun tidak pula dapat diperlakukan sebagai organisasi non-pemerintah, non governmental organization ataupun organisasi swasta. KPK adalah lembaga negara bantu yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen, bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, namun KPK tetap bergantung kepada cabang kekuasaan lain dalam hal yang berkaitan dengan keorganisasian. kedudukan lembaga negara bantu membutuhkan legitimasi hukum yang lebih kuat dan tegas sehingga mendapat dukungan yang lebih besar dari masyarakat, serta lembaga bantu seperti KPK, sebaiknya tidak berjalan secara sendiri-sendiri tanpa ada sistematika kerja yang sinergis dan dapat mendukung satu sama lain, dengan cara dibuatnya aturanaturan baku antar lembaga-lembaga negara yang ada.
- No. Panggil
- Edisi
- Pengarang ERRIVAL HARTOM
- Penerbit Jakarta 2009