KEDUDUKAN CALON PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Perseorangan Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945)

Langgean Khoirul Fajri

Beberapa hal penting dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah khususnya pasal 56 ayat (2), pasal 59 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5) huruf a, ayat (5) huruf c, ayat (6) dan pasal 60 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan (5). Bahwa ketiga pasal tersebut telah menghilangkan makna demokrasi, sebagaimana diamanatkan oleh pasal 18 ayat 4 UUD 1945. dalam hal tersebut permohonan yang diajukan oleh pemohon lalu rangga lawe, yang kemudian Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan sebagian dari isi petitum permohonan tersebut dan bahwa calon perseorangan yang berkeinginan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diperbolehkan ikut serta dalam pemilihan tersebut. hakikat dari pasal tersebut dipilih secara demokratis bukan hanya pada pelaksanaan pemungutan suara yang harus demokratis tetapi juga harus ada jaminan pada saat penjaringan dan penetapan calon karenanya masyarakat perlu mendapat akses yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam mengusung pasangan calon, Mahkamah Konstitusi menyatakan sebagian pasal dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang hanya memberikan kesempatan partai politik atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah bertentangan dengan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia. Berdasarkan hal tersebut beberapa permasalahan diantaranya bagaimanakah kedudukan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, mengapa dalam undang-undang Nomor 12 tahun 2008 itu dimungkinkan calon perseorangan dalam pemilihan itu, Apakah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 telah sesuai dengan konsep ketatanegaraan sebagaimana dimaksud pasal 18 ayat 4. metode ini menggunakan sifat penulisan yang bersifat deskriptip analisis dan metode pendekatan yuridis normative. Dalam pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menentukan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hokum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum kontroversi pun muncul dan berkembang dalam menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, mulai dari lahirnya perppu, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sampai pada pengaturan oleh Komisi Pemilihan Umum. Ancaman dari masyarakatpun kian berkembang jika tidak cepat lahir peraturan yang menindaklanjuti Keputusan Mahkamah Konstitusi. bahwa pemilihan kepala daerah di propinsi Nusa Tenggara Barat dapat menjadi pelajaran dalam pemilihan di waktu mendatang dan undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut agar segera direvisi dan tidak lagi bertentangan dengan hak asasi manusia

  • No. Panggil 340.5 KHO k
  • Edisi
  • Pengarang Langgean Khoirul Fajri
  • Penerbit jakarta 2009