Pelaksanaan peranan dan fungsi lembaga perlindungan saksi dan korban sesuai undang-undang no.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban (studi kasus putusan no: 401/PID. B/2009/PN.TNG)
DIAN MEDIA SARI
ABSTRAK Perlindungan terhadap saksi dan korban merupakan sesuatu yang harus diberikan karena keberadaan saksi dan korban yang sangat penting dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana. Perlindungan bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dari lembaga penegak hukum di Indonesia yang berkaitan erat hubungannya dengan perlindungan hak-hak saksi dan korban dalam tindak pidana umum baik yang sudah ada saat ini maupun LPSK yang sudah dibentuk. Bagaimanakah kedudukan dan peranan LPSK sesuai undang-undang no.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Apakah hambatan-hambatan perlindungan saksi dan korban tindak pidana di Indonesia sesuai Undang-undang No.13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam penulisan metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris dan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian empiris adalah metode yang dilakukan dengan cara meneliti langsung kelapangan yang dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta instansi-instansi terkait dalam penelitian ini. Sedangkan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan mengkaji dan meneliti kaidah-kaidah hukum yang ada didalam kedudukannya sebagai hal yang otonom (menggunakan pendekatan-pendekatan normatif) dan deskriptif yaitu penulisan yang bersifat menggambarkan (mendeskripsikan) suatu fenomena utama tertentu. Berdasarkan putusan Hakim, Hakim menggunakan Pasal 285 KUHP dan Pasal 81 ayat (1) UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menurut penulis kurang tepat. Karena korban masih berusia 14 tahun dan seharusnya menggunakan Pasal 287 KUHP, Pasal 55 ayat (1) KUHP, Pasal 81 ayat (1) UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Serta korban juga harus diberikan perlindungan sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban karena masih ada 3 tersangka lagi yang Belem tertangkap dan korban masih trauma dan khawatir akan keselamatan dirinya dan keluarganya. Pemberian bantuan perlindungan saksi dan korban tindak pidana oleh kepolisian dan kejaksaan masih kurang di dalam praktek, serta pemberian bantuan perlindungan saksi dan korban oleh LPSK berdasarkan UU Perlindungan saksi dan korban belumlah berada dalam tahap pembentukan. Oleh karena itu, perlindungan saksi dan korban oleh LPSK hanya dapat dilihat dari isi UU Perlindungan saksi dan korban. Hak-hak saksi sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan tidak dijamin oleh aparat penegak hukum, Untuk kedudukan dan peranan saksi dan korban, Lembaga Penegak Hukum Seperti Kepolisian, Kejaksaan dan LPSK dalam hal ini memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban masih kurang, Seharusnya aktif dalam mencari informasi mengenai saksi dan korban yang perlu di tolong karena masih banyak saksi dan korban yang belum mengetahui atau tidak mengerti keberadaan LPSK. Hambatanhambatan Perlindungan Saksi dan Korban menurut UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah tidak diatur secara detail ketentuan tentang bentuk dan tata cara perlindungan yang dirumuskan oleh peraturan perundang-undangan dapat menyebabkan tidak maksimalnya penjamin keselamatan saksi dan korban (termasuk keluarga).
- No. Panggil 340 MED p
- Edisi
- Pengarang DIAN MEDIA SARI
- Penerbit JAKARAT 2009