�AFDOENING BUITEN PROCESS� SEBAGAI DASAR GUGURNYA HAK MENUNTUT DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Edwin
Dalam sebuah kasus pidana yang merupakan proses hukum membutuhkan waktu yang relatif lama. Mulai dari tingkat kepolisian sampai ke pengadilan saja sudah membutuhkan waktu yang relatif lama. Belum lagi ketika sampai di persidangan, pengadilan harus dilakukan persidangan berkali-kali baru sampai masuk ke tahap putusan. Di Indonesia ketidakseimbangan antara jumlah penegak hukum yang ada dengan jumlah perkara pidana yang ada menyebabkan terjadi penumpukkan perkara. Untuk itulah dibutuhkan sebuah solusi untuk menghadapi tumpukkan perkara yang terjadi. Oleh karena itu dalam skripsi ini, penulis coba membahas solusi yang bisa mengurangi tumpukkan perkara tersebut yaitu dengan penyelesaian perkara di luar persidangan atau disebut juga dengan afdoening buiten process. Pada skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah apakah alternatif penyelesaian perkara di luar persidangan ini dikenal di Indonesia serta apakah penyelesaian perkara di luar persidangan ini bisa menjadi dasar dari gugurnya hak menuntut? Hal-hal inilah yang membuat penulis tertantang lalu mencoba menganalisis hal tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis mencoba melakukan riset dengan membaca bukubuku yang berhubungan dengan hal tersebut. Maka dapat dikatakan pembahasan skripsi ini bersifat normatif. Kesimpulan yang didapat dari pembahasan yang dilakukan penulis adalah bahwa sebenarnya afdoening buiten process dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita yaitu terdapat dalam pasal 82 KUHP. Tetapi yang dikenal dalam KUHP kita hanyalah salah satu bentuk dari afdoening buiten process yaitu afkoop sedangkan bentuk lainnya yaitu submissie dan compotitie ternyata tidak dikenal di KUHP kita. Jadi dengan kata lain bidang cakupan dari penyelesaian perkara di luar persidangan di Indonesia adalah sangat sempit sekali. Karena bentuk afkoop yang ada hanya dapat diterapkan pada tindak pidana pelanggaran yang ancaman pidananya hanya denda. Tetapi ternyata beberapa tahun terakhir bentuk lain dari afdoening buiten process ini sudah mulai dilirik oleh para pakar hukum pidana yang duduk bersama untuk membuat rancangan kitab undang-undang hukum pidana yang baru. Rancangan terakhir yaitu pada tahun 2004 memasukkan ketentuan penyelesaian perkara di luar persidangan ini pada Bab IV tentang gugurnya kewenangan penuntutan yaitu pada pasal 145 huruf d. Saran dalam penelitian ini adalah percepatan pengesahan RUU KUHP menjadi KUHP yang baru yang didalamnya dimuat aturan mengenai penyelesaian perkara di luar persidangan sehingga diharapkan permasalahan seperti penumpukkan perkara dan penyelesaian perkara yang relatif lama, dll dapat diatasi. Tetapi aturan ini memiliki banyak resiko dalam penyalahgunaannya karena kewenangan dalam ketentuan ini relatif besar, untuk itu penulis juga berharap agar pemerintah membuat sebuah peraturan yang jelas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan tersebut oleh para penegak hukum.
- No. Panggil 340 EDW �
- Edisi
- Pengarang Edwin
- Penerbit Jakarta 2010