KEDUDUKAN HUKUM TENTANG HAK ISTRI SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL SETELAH DICERAIKAN OLEH SUAMI YANG BERSTATUS PEGAWAI NEGERI SIPIL DIDASARKAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NO. 10 TAHUN 1983 (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor. 240/Pdt.G/2008/PA JB)
ISTI PURWANINGSIH
ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan yang sakral untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawardah dan warahmah. Dalam ikatan perkawinan akan timbul hak dan kewajiban yang harus dijalankan sebagai pasangan suami istri. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Apa hak istri sebagai pegawai negeri sipil setelah diceraikan oleh suami yang berstatus pegawai negeri sipil didasarkan atas Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 dan. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam kasus perceraian Nomor : 240/Pdt.G/2008/PA JB untuk menetapkan putusan serta proses pelaksanaan putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat Normatif Empiris yang meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Perkawinan bertujuan untuk hidup bersama selamanya tidak ingin ada yang memisahkan kecuali kematian. Tapi lain halnya apabila sudah tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah didalam perkawinan hanya jalan perceraian yang dapat dilakukan. Setelah terjadi perceraian ada masalah baru, seperti hak dan kewajiban akibat perceraian. Hak dan kewajiban itu diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta peraturan pemerintah yang mengkhususkan bagi suami istri yang berstatus pegawai negeri sipil diatur dalam PP No. 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil. Hak-hak tersebut ialah Hak istri.berupa mendapatkan nafkah selama masa iddah, mendapatkan perumahan selama masa iddah, dan istri berhak memutuskan untuk rujuk kembali, sedangkan kewajiban istri adalah masa berkabung bila ia ditinggal mati suaminya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 81 ayat 1 yang berbunyi �Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau mantan istrinya yang masih dalam masa iddah. Tempat mengajukan perceraian ialah di Pengadilan Agama yang merupakan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang Perkawinan, Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum islam, Wakaf dan shadaqah. Kedudukan Peradilan Agama yang diatur dalam Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada pasal 2 menyebutkan �Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini�.Pengadilan agama merupakan suatu badan peradilan yang turut melaksanakan kekuasaan hakim dan memegang peranan penting di dalam melaksanakan Undang-undang perkawinan. Keberadaan lembaga Pengadilan Agama di Indonesia merupakan wadah untuk menyelesaikan perkara umat Islam, dimana kewenangan dan ruang lingkup Pengadilan Agama mengalami pasang surut.Pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan harus dengan bukti-bukti yang kuat. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan dan hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari pada yang digugat.
- No. Panggil S 41 PUR k
- Edisi
- Pengarang ISTI PURWANINGSIH
- Penerbit Jakarta 2010