Pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Dalam Perolehan Hak Yang Diperoleh Karena Waris (Study Kasus Di Jakarta Selatan).
Gusmi
ABSTRAK Tanah mempunyai fungsi sosial dan tanah sangat dibutuhkan di dalam kelangsungan hidup manusia dengan di undangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September, dimulailah tonggak sejarah perkembangan hukum tanah di Indonesia, selanjutnya dengan berkembangnya hukum tanah di Indonesia maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sehubungan dengan hal ini pemerintah membuat kebijakan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah, dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Adapun pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diperoleh karena waris dalam praktek dan mengapa pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Jakarta untuk bidang tanah waris yang belum bersertifikat tidak dapat diterapkan dalam ketentuan perundang-undangan yang ada. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian (study kasus) ini adalah metode Normatif-Empiris, Metode empiris (tinjau lapangan)dilakukan dibeberapa instansi seperti kantor Pajak Bumi dan Bangunan Pratama, Badan Pertanahan Nasioanal Jakarta Selatan dan kantor Notaris dan metode normatif (kepustakaan) itu didasarkan atas ketentuan Undang-Undang Peraturan Pemerintah.Dalam Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, besarnya pengurangan untuk perolehan hak tanah berdasarkan waris adalah sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000. Dimana pengenaan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) juga berlaku untuk jenisjenis tanah girik, tanah Negara. Di dalam praktek, terhadap perbedaan dimana nilai pengenaan perolehan hak atas tanah dan bangunan sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, dengan nilai tarif yang ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) untuk wilayah DKI Jakarta. Apabila peralihan hak yang diperoleh karena waris maka perolehan objek pajak tidak kena pajak di tetapkan sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), tapi pada kenyataannya peralihan hak yang diperoleh karena waris yang belum beralaskan hak (belum bersertifikat) tidak bisa diterapkan pengurangan sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), melainkan sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)
- No. Panggil 340.2 GUS p
- Edisi
- Pengarang Gusmi
- Penerbit 2011