Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 209-210/PHPU.DVIII/ 2010 (Sengketa Hasil Pemilukada Kota Tangerang Selatan) Ditinjau Dari Kewenangan Dan Prosedur Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul - Jakarta, pada
Mydita Puspa Ayu _##_
ABSTRAK Perkembangan Republik Indonesia ini, terutama sistem ketatanegaraan, mengalami kemajuan yang cukup pesat, berbeda jauh dari waktu Republik Indonesia ini baru merdeka. Tidak terkecuali dalam hukum ketatanegaraan Indonesia pun banyak mengalami perkembangan, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berlandaskan atas hukum (Rechtstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan semata, sehingga dimulai diberlakukan pemilihan langsung dan pembatasan atas masa jabatan kepala-kepala daerah baik tingkat II maupun tingkat I, hingga Presiden. Perubahan lainnya yang tak kalah penting dalam kemajuan ketatanegaraan adalah dibentuknya Makamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 24 ayat (2) dan juga Undang-undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dengan fungsi dan wewenang adalah: menguji undang-undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil pemilu, dll. Sejak terbentuknya Mahkamah Konstitusi ditahun 2003 sudah ratusan kasus permasalahan hukum yang masuk dan berhasil diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah masalah sengketa hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 dan inilah yang menarik perhatian Penulis untuk meneliti hal tersebut secara ilmiah dengan judul �Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 209-210/PHPU.D-VIII/2010 (Sengketa Hasil Pemilukada Kota Tangerang Selatan) Ditinjau Dari Kewenangan Dan Prosedur Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi� dengan Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu: �Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi memutus sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kota Tangerang Selatan Tahun 2010�, dan �Bagaimanakah prosedur hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam memeriksaan perkara sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kota Tangerang Selatan Tahun 2010�. Penelitian ini bertujuan: Mendapatkan gambaran yang jelas secara komprehensif tentang landasan yang menjadi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dapat memutus sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kota Tangerang Selatan; dan Mendapatkan gambaran yang jelas secara komprehensif tentang prosedur hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan Metodelogi Penelitian Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal, artikel internet, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas. Dimana bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian skripsi ini menunjukan bahwa: Dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa Pemilukada Kota Tangerang Selatan adalah berdasarkan pada Pasal 22E UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi jo Pasal 29 ayat (1) huruf d Undang-undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain peraturan di atas, Mahkamah Konstitusi sendiri mengeluarkan PMK No. 15 Tahun 2008 sebagai salah satu pedoman beracara dalam perkara PHPU. Peraturan ini dibuat mengingat bahwa hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum yang berlaku belum mengatur mengenai perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah. Dengan diterbitkannya PMK No. 15 Tahun 2008 dilakukan dalam rangka mengupayakan agar permohonan yang diajukan nantinya tidak kandas di tengah jalan sehingga mengakibatkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya harus menetapkan permohonan tersebut dinyatakan tidak diterima (niet ovantlijke verklaard). Serta saran dari Penulis: walaupun pelaksanaan Pemilukada telah banyak mengalami kemajuan yang berarti. Namun ke depan harus ada suatu pembenahan dan penyempurnaan aturan-aturan hukum pelaksanaan Pemilukada yang dimulai dengan Amandemen Konstitusi, selain juga dasar hukum yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi in casu tidak lepas dari permasalahan-permasalahan dan kontroversial sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
- No. Panggil 340.2 PUS a
- Edisi
- Pengarang Mydita Puspa Ayu _##_
- Penerbit univ esa unggul 2011