Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No.3713K/PDT/1994 tentang Perjanjian Praperceraian berkaitan dengan harta benda perkawinan�
BERTHY LILIANA SUTEDJA
ABSTRAK Pada dasarnya perkawinan merupakan sesuatu hal yang bersifat pribadi, di mana keberadaannya semata-mata sebagai kehendak pribadi. Perkawinan dapat dilakukan oleh para pihak sepanjang mereka menghendakinya dan disepakati kedua belah pihak maka perkawinan dapat dilangsungkan. Dan umumnya suatu keluarga yang bahagia adalah keluarga yang terdiri dari suami sebagai kepala rumah tangga, istri yang seimbang serta mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik dan anak-anaknya yang baik pula.Pengertian perkawinan dalam Pasal 1 UUP menyatakan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pokok permasalahannya adalah Apa perbedaan yang terdapat dalam Pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 tentang putusnya perkawinan karena perceraian dengan karena putusan pengadilan, Bagaimana kasus posisi Perjanjian Praperceraian Yang Berkaitan Dengan Harta Benda Perkawinan berdasarkan Putusan Nomor. 3713K/PDT/1994 Dan bagaimana Analisis Putusan MA RI Nomor. 3713 K/PDT/1994. Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan dengan putusnya perkawinan Karena perceraian tidak ada perbedaannya. Karena putusnya perkawinan karena perceraian harus pula berdasarkan atas Putusan Pengadilan. Putusnya perkawinan karena perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dan dihadapan Hakim yang berwewenang. Perjanjian antara suami istri sebelum perceraian yang mana berkaitan dengan pembagian harta benda perkawinan antara Tuan Misno dan Nyonya Eko Saryuningtyas bukanlah termasuk suatu perjanjian yang dilarang oleh undang-undang. Perjanjian antara suami istri yaitu Tuan Misno dan Nyonya Eko Saryuningtyas sebelum perceraian yang mana berkaitan dengan pembagian harta benda perkawinan bukanlah termasuk suatu perjanjian yang dilarang oleh undang-undang, Baik Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 maupun KUHPerdata tidak membolehkan dan juga tidak melarang perjanjian semacam ini karena tidak ditemukan pengaturan mengenai perjanjian pembagian harta benda perkawinan sebelum perceraian. Dengan tidak adanya pengaturan mengenai perjanjian tersebut yang membolehkan atau melarang untuk dibuat maka dapat diartikan perjanjian pembagian harta benda perkawinan yang dibuat sebelum perceraian tersebut dimungkinkan asalkan memenuhi syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian (pasal 1320 KUHPerdata). Sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri yang semata-mata mendasarkan putusannya pada ketentuan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 maka tidak dibenarkan suatu perceraian dengan alasan adanya kata sepakat antara suami istri untuk bercerai (pasal 39 ayat 2 Undang- Undang Nomor. 1 Tahun 1974 jo pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975). Sehingga perjanjian ini menjadi seperti bentuk perjanjian lainnya yang tunduk pada Buku III KUHPerdata yang untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan , dan mempunyai causa yang halal. Hakim Pertama menyatakan perjanjian ini ialah perjanjian yang tidak sah menurut hukum karena mengandung causa yang tidak halal (adanya kesepakatan untuk bercerai). Sedangkan putusan MA No. 3713 K/Pdt/1994 menganggap perjanjian tersebut sah menurut hukum karena pandangan Islam memungkinkan suatu kompromis dalam penyelesaian perceraian menyangkut akibat perceraian maka perjanjian harta benda perkawinan sebelum perceraian tidak mengandung causa yang tidak halal. Akibat hukum terhadap pihak yang melanggar perjanjian tersebut ialah berupa hukuman pemenuhan perjanjian disertai dengan pembebanan biaya perkara. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari para ahli hukum dan pembuat Undang-Undang mengenai keabsahan dari perjanjian ini.
- No. Panggil 340.1 LIL a
- Edisi
- Pengarang BERTHY LILIANA SUTEDJA
- Penerbit