Tinjauan yuridis impunitas seorang presiden ditinjau dari konvensi wina 1961 tentang hubungan diplomatik (kasus gugatan RMS kepada presiden Susilo bambang yudhoyono 5 oktober 2010
ZULFAHMY YANUAR ADAM
ABSTRAK Dilatarbelakangi pembatalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan berada di Belanda pada 6-9 Oktober 2010 untuk melakukan kunjungan kenegaraan atas undangan Ratu Belanda, Beatrix. Kunjungan SBY ke negeri kincir angin itu telah tertunda empat tahun dan akan menjadi yang pertama kali sejak memerintah pada 2004. Ratu Beatrix sebenarnya telah melayangkan undangan sejak 2006. Setelah itu Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Belanda pada 7 Oktober mempublikasikan versi terjemahan dalam situsnya. Tapi , dari isi putusan pengadilan Den Haag , ternyata proses hukum yang dilancarkan oleh RMS tidak luar biasa yang disampaikan para pejabat Indonesia yang berakibat pada penundaan kunjungan Presiden ke negeri Belanda. Padahal Presiden mendapat Kekebalan diplomatik adalah bentuk kekebalan hukum dan kebijakan yang dilakukan antara pemerintah, yang menjamin bahwa diplomat diberikan perjalanan yang aman dan tidak dianggap rentan terhadap gugatan atau penuntutan di bawah hukum negara tuan rumah walaupun mereka bisa dikeluarkan. Disepakati sebagai hukum internasional dalam Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik Konvensi Wina 1961. Kekebalan diplomatik adalah bentuk kekebalan hukum dan kebijakan yang dilakukan antara pemerintah, yang menjamin bahwa diplomat diberikan perjalanan yang aman dan tidak dianggap rentan terhadap gugatan atau penuntutan di bawah hukum negara tuan rumah (walaupun mereka bisa dikeluarkan). Adapun Ketentuan-ketentuan mencakup untuk melindungi diri pribadi seorang wakil diplomatik atau kekebalan-kekebalan mengenai diri pribadi seorang wakil diplomatik diatur dalam Pasal 29 Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik.Status RMS saat ini tidaklah dapat dikatakan sebagai pemberontak (belligerent) atau pihak yang bersengketa. Untuk dapat dikatakan sebagai pemberontak (belligerent) atau pihak yang dapat dikatakan sebagai pemberontak (belligerent) atau pihak yang bersengketa dan diakui sebagai salah satu Subyek Hukum Internasional, jika ianya memenuhi kategori seperti; Pertama, kelompok tersebut berkuasa di sebuah wilayah di dalam negara tempat mereka melakukan pemberontakan. Kedua, kelompok tersebut memproklamirkan kemerdekaan, bila tujuan akhirnya adalah pemisahan diri. Ketiga, kelompok tersebut memiliki angkatan bersenjata yang terorganisir. Keempat, kelompok tersebut memulai konflik dengan pihak pemerintah yang berkuasa dan yang paling penting adalah pihak pemerintah mengakui status mereka sebagai pemberontak (belligerent) oleh paham kolonial sehingga menumbuhkan semangat fanatisme keagamaan.
- No. Panggil 340.1 YAN t
- Edisi
- Pengarang ZULFAHMY YANUAR ADAM
- Penerbit Univ Esa Unggul 2011