Pemberian Kompensasi dan Restitusi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Berat Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kasus Putusan R.A Butar Butar No. Perkara 02/HAM/Tj.Priok/09/2003)
FARAH PUSPITA SARI NIM : 2007 - 41 � 001
ABSTRAK Setiap terjadinya tindak pidana atau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), korban sudah dipastikan selalu mengalami kerugian baik materil maupun imateril. Dilatarbelakangi hal tersebut maka diatur Peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan berupa pemberian ganti kerugian yaitu Kompensasi dan Restitusi. Kompensasi diberikan oleh negara kepada korban pelanggaran HAM yang berat, sedangkan restitusi merupakan ganti kerugian kepada korban tindak pidana yang diberikan oleh pelaku sebagai bentuk pertanggungjawaban. Beberapa peraturan di Indonesia yang mengatur pemberian kompensasi dan restitusi yaitu UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang kemudian melahirkan PP No. 3 tahun 2002 tentang pemberian kompensasi dan restitusi bagi korban pelanggaran HAM berat, juga UU No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang kemudian melahirkan PP No. 44 tahun 2008 tentang pemberin kompensasi, restitusi dan bantuan kepada saksi dan korban. Namun berdasarkan catatan untuk kasus HAM belum pernah ada korban pelanggaran HAM yang mendapatkan Kompensasi. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pemberian kompensasi dan restitusi terhadap korban pelanggaran HAM berat berdasarkan peraturan perundang-undangan, bagaimana praktik pemberian kompensasi dan restitusi terhadap korban pelanggara HAM berat pada kasus Tanjung Priok. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode normatif empiris yaitu penelitian yang didukung oleh data sekunder dan data primer. Terdakwa yang bernama R.A Butar Butar terbukti bersalah bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat terdakwa dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan pada putusan pengadilan negeri Jakarta Barat Majelis Hakim menetapkan adanya pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban, keputusan itu dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan meskipun permintaan kompensasi tidak dimuat dalam tuntutan jaksa. Namun, bebasnya terdakwa pada tingkat banding dan kasasi telah berdampak pada ketidak jelasan pemberian reparasi. Pada putusan akhirnya Majelis Hakim juga tidak menyinggung cara pemulihan hak korban akibatnya pemberian kompensasi seolah-olah digantungkan kepada aspek kesalahan terdakwa dan bukan bagian dari hak yang melekat dalam diri korban. Kesimpulan putusan pengadilan HAM sampai saat ini belum memberikan hasil yang diharapkan banyak pihak dan tidak mampu membuktikan kesalahan terdakwa. Akibatnya, hak-hak kopensasi dan restitusi tidak dapat dipenuhi.saran memberikan ganti kerugian yang layak kepada korban dan keluarga korban tanpa harus menunggu putusan yang berkekuatan tetap dan kompensasi harus dirumuskan sebagai hak korban tanpa adanya keterkaitan dengan dihukumnya pelaku.
- No. Panggil 340.1 PUS p
- Edisi
- Pengarang FARAH PUSPITA SARI NIM : 2007 - 41 � 001
- Penerbit Univ Esa Unggul 2011