Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Analisis Putusan MA No. 667 K/AG/2009).
Triana Novita Sari NIM : 2008-41-020
ABSTRAK Keluarga yang bahagia lahir bathin adalah dambaan setiap insan. Namun demikian tidaklah mudah untuk mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, langgeng, aman dan tenteram sepanjang hayatnya. Perkawinan yang sedemikian tidaklah mungkin terwujud apabila diantara para pihak yang mendukung terlaksananya perkawinan tidak saling menjaga dan berusaha bersama-sama dalam membina rumah tangga yang kekal dan abadi. Apabila terjadi perceraian, sudah dapat dipastikan akan menimbulkan akibat-akibat terhadap orang-orang yang berkaitan dalam suatu rumah tangga, dimana dalam hal ini akibat hukumnyalah yang akan dititik beratkan. Akibat hukum dari perceraian ini tentunya menyangkut pula terhadap anak dan harta kekayaan yang didapat selama perkawinan. Pokok permasalahan dalam skripsi ini membahas mengenai bagaimana penyelesaian pembagian harta bersama ketika kontribusi istri dalam mencari nafkah dan mendapatkan harta benda perkawinan lebih banyak dibandingkan dengan kontribusi suami serta apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pembagian harta bersama pada putusan Pengadilan Agama nomor 675/Pdt. G/2008/PA. Bks, putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung nomor 21/Pdt.G/2009/PTA. Bdg dan putusan Mahkamah Agung nomor 667 K/AG/2009. Metodologi Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Mengenai pengaturan pembagian harta bersama ketika terjadi perceraian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya mengaturnya pada pasal 37 yang menyatakan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud hukumnya masing-masing menurut penjelasan pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Hal tersebut tentunya mengakibatkan ketidakpastian hukum tentang penyelesaian persengketaan pembagian harta bersama ketika terjadi perceraian, dan juga mengakibatkan timbulnya kesulitan bagi pihak penyelenggara hukum untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan harta bersama ini. Munculnya Kompilasi Hukum Islam yang merupakan produk hukum dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 sebagai pengembangan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan upaya untuk mewujudkan kepastian hukum ditengah-tengah masyarakat yang beragama Islam dan menjadikannya sebagai bagian dari hukum positif yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam persoalan yang timbul sebagai akibat dari adanya perkawinan. Kompilasi Hukum Islam menjelaskan secara terperinci mengenai harta dalam pernikahan pada pasal yang banyak, yang secara total terdapat 13 pasal yang secara berturut-turut membahas masalah ini yaitu dari pasal 85 sampai dengan 97. Baik dalam Undang-Undang Perkawinan maupun KHI pada prinsipnya menyatakan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun, dan ketika terjadi perceraian maka harta bersama tersebut dibagi 2 (dua) dengan besarnya pembagian ½ untuk istri dan ½ untuk suami.
- No. Panggil 340.1 NOV a
- Edisi
- Pengarang Triana Novita Sari NIM : 2008-41-020
- Penerbit 2012